Maaf.

Monday, February 04, 2019


Hey, apa kabar? Ucapmu selalu. Aku baik. Dengar, perihal yang lampau itu, maukah kau maafkanku? Tentu. Sebab hey, bukankah itu telah lalu, aku bahkan sudah mengahapusnya dari otakku. Ayolah, aku tak ingin membahas masa lalu, itu sudah bagian dari sejarah. Dan aku, aku tak suka buka buku sejarah. Lagipula, toh kamu kini bukan kamu yang lalu, kamu yang 3 tahun lalu itu. Aku tau sebab akupun bukan aku tiga tahun lalu. “Panta rei kai uden menei,” itu quotes favoritmu bukan? “everything flows and nothing change.” aku tak tahu sampai kapan aku bisa mencintaimu sebab bukankah hati manusia bisa berubah-ubah? ucapmu selalu. Perihal kau meninggalkanku, tak perlu khawatir, tak perlu kau sesali, aku sudah tahu bahwa cepat atau lambat itu akan terjadi. Aku sudah mempersiapkannya begitu rupa, walau pada kenyataannya luka itu ada juga. Tapi sekali lagi kukatakan, kau tak perlu menyesalinya. Sekali lagi kukatakan, aku memaafkanmu.

Hey, apa kabar? Sekian tahun berlalu, lidahku masih kelu. Berkata saja tak mampu, apalagi menatap matamu. Duh, mengapa begini melulu. Kamu ini manusia atau apa? Kok susah sekali kugapai, padahal sudah diam-diam kuselipkan namamu dalam doa. Aku takjub juga, bahwa untuk menuliskan ini pun aku perlu memutar otakku untuk memikirkan kalimat terbaik, walau nyatanya yang keluar ya standar saja sih. Benar juga katamu, sesuatu harus dilakukan secara konsisten. Kalau kata Seno, a rose is a rose is a rose is a rose. Kamu selalu bilang untuk selalu mengikuti apa kata hatiku, maaf perihal itu aku menipumu. Sialan, otakku selalu mengalahkan apa kata hati. Sialannya lagi, kau selalu sulit kugapai, begitu kata otakku. Iya, aku tau kau sudah memaafkanku.

You Might Also Like

0 komentar

Labels

Followers