Home.
Monday, March 23, 2020
"Find yourself another home, find
yourself another home"
- King Harald, Vikings Season 6 Eps 10.
King Harald, King of all Norway, belum juga sepekan menikmati
mimpi yang konon iya yakini sebagai takdirnya, yaitu menjadi raja dari segala
raja, tiba-tiba saja dihantam kerajaan Rus yang perkasa. Dipimpin oleh dua
psikopat dan sociopat paling mengerikan sepanjang masa, Prince Oleg the Prophet
dan Ivar the Boneless, cripple man who has a big ambition, yang juga adalah anak dari the famous Vikings Ragnar Lothbrok. Satu hal
yang menarik adalah kata-kata terakhir King Harald pada pasukannya saat ia
yakini dirinya tidak akan mampu bertahan hidup setelah dihajar pasukan Rus
secara membabi buta, find yourself another home, find yourself another
home.
Can we really find ourselves another home when the only home we
know is him? Ketika
raja yang kita kasihi mati, apakah kita harus berduka atau terus melanjutkan
hidup? Tentu tergantung raja jenis apa dia, juga manusia jenis apa kita.
Bisakah kita terus menyayangi seseorang meski orang tersebut berbuat tidak baik
pada kita? Bisakah kita tetap mengingat seseorang ketika tidak ada satupun
kenangan manis yang pernah ia torehkan di hidup kita? Atau bisakah kita begitu saja melupakan seseorang yang kita kasihi sementara yang ia tinggalkan tiada lagi selain kenangan-kenangan manis? Tentu tidak, setidaknya
itu bagi saya.
Ketika saya sadar bahwa saya tak akan bisa memenuhi ekspektasi
seseorang terhadap saya, atau mungkin orang tersebut sebenarnya tidak pernah
berekspektasi apapun terhadap saya, tapi saya terlanjur minder melihat dia yang
saya sayangi begitu sempurna sementara saya tidak ada apa-apanya dan tidak
dapat memberikan apa yang seharusnya pantas ia dapatkan. Keminderan yang tidak
didasari dengan pemikiran logis ini kemudian membuat saya mengambil keputusan
untuk meninggalkan orang tersebut. Oh baby, you deserve better. Find
yourself another home. Itu adalah kata-kata dari seorang yang tidak
berdaya dan memilih untuk menyerah. It's such a selfishtic
decision. Dan saya selalu menyesalinya hingga bertahun-tahun kemudian.
Namun saya dibikin takjub juga, bahwa ternyata rasa sesal itulah yang kelak menjadi dorongan saya untuk selalu memperbaiki diri, berusaha menjadi manusia yang
lebih baik. “Amor fati fatum brutum,” kata Nietzsche, love of fate:
cintai takdir meski takdir itu brutal. Berusaha menerima apa yang telah terjadi
dan sedang terjadi saat ini, dan meyakini bahwa everything happens for a reason.
Segala keputusan-keputusan bodoh yang saya ambil di masa lalu tentu ada
pengaruhnya dalam membentuk diri saya saat ini. Menyakiti ataupun disakiti,
membohongi ataupun dibohongi, mengecewakan ataupun dikecewakan, meninggalkan
ataupun ditinggalkan, semuanya terjadi karena suatu alasan. Saya mengerti satu
hal bahwa semuanya tidak perlu disesali, sebab masa lalu telah mati; saya tidak
bisa mengubahnya, tapi saya memiliki kendali penuh untuk menyikapinya. Maka saya menemukan rumah itu: diri saya. Sebab diri saya sendiri adalah sebaik-baiknya rumah untuk saya kembali.
-u
2 komentar
Perjalanan panjang menjawab apa arti pulang. Semakin tersesat malah semakin yakin bahwa pulang dan rumah adalah diri sendiri.
ReplyDeleteTotally agree!
Delete