Draining
Saturday, January 12, 2019Saya lupa kapan terakhir kali membikin resolusi kala tahun
berganti, sampai suatu malam tahun baru handphone saya berbunyi dan seseorang
mengirimi pesan, “share resolusi dong!” saya bingung juga, pertama saya belum
mempersiapkan resolusi apa yang saya inginkan di tahun ini, kedua; I enjoy my
job and my life right now (or is it just a fake sensations? I'll find out later) so what else I look up to? Satu-satunya resolusi yang
terpikirkan adalah perihal diri sendiri. I didn’t say I’ve made so many
achievement in my career or in my life, but one thing I always think about is;
myself. What am i look up to actually? Why am i doing this?
2018 begitu membuat saya bersyukur sebab saya dipertemukan
dengan berbagai jenis manusia yang mengubah cara pandang dan memberi saya
wawasan baru. I mean I really enjoy meet people, talking with them, listening
to the story they tell; about their life, their idealism, the music they
listen, the book they read, the movie they watch; how can those things make
them as a person, what they do to stay alive, and everything else. I can say
I’m a good listener. But the thing is; I am a good listener because I believe I
can upgrade myself and learn something from them; saya sudah jarang baca buku
maka saya belajar dari manusia. And I do. Tentu saja yang saya syukuri ini
adalah orang-orang yang memberikan pengaruh baik terhadap diri saya, lalu
bagaimana dengan yang sebaliknya? Tunggu dulu, Bung, this just the prologue.
What would you do to someone who make you feel bad about
yourself? Maksud saya, orang-orang ini membuatmu berpikir bahwa apa yang kamu miliki
saat ini tidak ada apa-apanya, bahwa dirimu tidak lebih baik dari orang lain
(atau dirinya?), bahwa hal ini kemudian membuatmu melulu tidak mensyukuri apa
yang kau punya bahkan menyesal telah dilahirkan ke dunia sebagai ‘kamu’. Pada
titik tertentu dalam hidup saya, saya bertemu dengan orang macam ini. Dan
satu-satunya kebodohan saya adalah membenarkan apa yang ia katakan. Maka beberapa bulan lalu saya betul-betul kesusahan, jika tidak ingin
disebut depresi. Saya tidak memercayai diri sendiri. Dan berusaha untuk
menjadi ‘bukan saya’.
Saya sebetulnya orang yang keras kepala, saya punya prinsip
dan idealisme yang tidak bisa digoyahkan tetapi hati saya begitu sensitif. Maka
ketika ada komentar-komentar menjatuhkan mengenai diri saya (meski secara
implisit), dan ini datang dari orang terdekat saya, tentu saya begitu terpukul.
I spend the night crying myself out. Tapi seperti biasa, saya tidak bisa
menunjukkan rasa sedih saya dihadapan orang lain, dan seakan sudah mengerti,
tubuh dan raut wajah saya selalu terlihat ceria di hadapan orang lain that no
one barely think I’m upset. Saya selalu berusaha meluangkan waktu ditengah
kesibukan saya untuk mendengarkan cerita ataupun masalah-masalah kehidupan
teman saya hingga larut malam dengan bergelas-gelas kopi, tapi saya tidak bisa
menceritakan masalah saya kepada orang lain. Even if I do, tentu tak bisa ke
sembarang orang. Sebab akan ada orang yang bersimpati, ada juga yang akan mensyukuri
sebab ternyata ada yang hidupnya lebih susah dari dirinya. Dan saya tidak butuh
kedua jenis orang tersebut. Juga yang lebih penting lagi, bagi saya, bukankah lebih baik fokus terhadap solusi daripada melulu cerita kepada orang lain dengan tujuan bukan untuk meminta solusi tetapi hanya sekedar ingin didengarkan?
But I do talk to people about this matter inside my head. Kepada
orang-orang yang tentu saja saya percayai dan saya yakini tidak akan membuat
situasi semakin memburuk. Saya punya banyak teman, tapi tentu tidak semuanya
bisa saya terima untuk menceritakan masalah saya. Meski sebetulnya ini bukan
masalah yang maha besar bagi orang lain, tapi tidak bagi saya; seseorang
membikin saya merasa menjadi pribadi yang buruk sehingga saya begitu membenci
diri saya sendiri dan saya butuh seseorang yang bisa membuat saya kembali
memiliki keyakinan pada diri saya sendiri. Setelah berbicara dengan orang-orang
yang saya yakini bisa memberikan insight akan masalah yang saya hadapi ini,
saya betul-betul terharu bahwa pada titik tertentu, ternyata seseorang yang saya
butuhkan tersebut adalah diri saya sendiri. Yang bisa mengembalikan
kepercayaan diri saya adalah diri saya sendiri. Bahwa saya, selama ini, belum
betul-betul mengenal diri saya sendiri. Dan ini merupakan titik balik dalam
hidup saya.
Saya banyak belajar dari masalah ini, dan menjadi begitu menghargai orang-orang yang pernah hadir dalam hidup saya. Saya bahkan mengirimi pesan kepada beberapa teman terdekat bahwa saya berterimakasih telah dipertemukan dengan mereka, juga meminta maaf kepada orang-orang yang saya rasa pernah saya sakiti. Dan saya yakin tidak perlu menunggu lebaran tiba utuk melakukan hal ini, bukan?
Saya banyak belajar dari masalah ini, dan menjadi begitu menghargai orang-orang yang pernah hadir dalam hidup saya. Saya bahkan mengirimi pesan kepada beberapa teman terdekat bahwa saya berterimakasih telah dipertemukan dengan mereka, juga meminta maaf kepada orang-orang yang saya rasa pernah saya sakiti. Dan saya yakin tidak perlu menunggu lebaran tiba utuk melakukan hal ini, bukan?
So what am I right now? What would I do? What am I look up
to?
Satu masalah telah selesai saya lalui dan saya dapat
mengatakan bahwa saat ini saya bahagia. Sebab siapa yang tidak akan bahagia
ketika ia bersyukur, bukan? Namun pada sesuatu yang berhasil saya lakukan dan
dapatkan, selalu muncul pertanyaan “what next?” satu-satunya hal yang membuat
saya menikmati pekerjaan saat ini adalah karena saya bisa terus-menerus belajar
hal baru dan meng-upgrade diri saya, meski teman-teman terdekat saya mungkin
berpikir bahwa saya terlalu menghabiskan banyak waktu dan energi untuk hal ini
hahaha. Tapi saya yakin tak ada sesuatu yang akan berakhir sia-sia ketika melakukannya dengan sungguh-sungguh dan penuh keyakinan. Saya mengerti bahwa terkadang waktu saya terkuras hanya untuk kerja dan lupa untuk liburan bersama teman-teman. Dari semua teman-teman yang mengerti, tentu ada saja yang nyinyir seperti "kerja mulu, liburan dong!" "gaji lo berapa sih? hari libur aja tetep kerja?" "itu kalau kerja di luar jam kerja gitu dibayar gak?" "gak cape emang kerja mulu?" nah teman-teman yang seperti ini, saya kira, untuk kenyamanan hidup saya, akan saya tinggalkan.
When you grow up, you realize you don't need too many friends, you just need that one who trully care about you, know who you really are, believe in your capability and support anything you do to achieve your dreams. Draining out your social network (those who only give negativity and make you feel bad about yourself) can really increase your productivity and make the way to achieve your dreams a bit easier. Believe me, it works for me~
When you grow up, you realize you don't need too many friends, you just need that one who trully care about you, know who you really are, believe in your capability and support anything you do to achieve your dreams. Draining out your social network (those who only give negativity and make you feel bad about yourself) can really increase your productivity and make the way to achieve your dreams a bit easier. Believe me, it works for me~
0 komentar