Cantik.
Wednesday, May 16, 2018
Beberapa tahun lalu, saya tak pernah mengira
"bikin" alis bakal jadi perkara sepenting ini. Yah, gak
penting-penting juga sih sebetulnya . Tapi, tingkat kepercayaan diri seakan
berkurang kalau gak ngalis. Padahal alis saya gak botak-botak amat juga.
"Emang kalau alis kayak gini," tanya teman saya, sambil menunjuk
kedua alisnya yang pitak, "ngga bagus gitu?" Saya bilang bagus,
sebab saya baru kenal ia sejam yang lalu. Tak baik meninggalkan kesan buruk
pada pertemuan kali pertama, bukan? Teman saya satunya tersenyum mengejek, ia
seorang make-up artist. Dengannya, si make-up
artist itu, saya terlibat percakapan panjang tentang dunia per-make-up-an. I found myself really passionate about it. Saya takjub juga, kok saya bisa pinter gini
sih ngomongin beginian.
Saya sendiri belajar gambar alis beberapa bulan lalu.
Awalnya, ya, pengen coba-coba aja, sama halnya ketika pertama kali coba-coba
pakai eye liner dan lipstick. Teman saya, yang selalu setia menunggui saya (yang selalu ngaret) kalau mau berangkat kuliah, sempat komentar,
"duh, bakal nambah 10 menit lagi nih telatnya kalo ditambah ngalis!"
Hahaha.
Make-up is art,
katanya. Jangan tanya kata siapa, sebab saya lupa. Oh, iya, kata beauty-beauty
vlogger YouTube itu deh. Kalau kata teman saya yang make-up artist itu sih,
"aku suka make-up karena I have
imperfection on my face, so I wanna cover it by putting some make-up."
Padahal mukanya sih mulus, saya tidak melihat ada--yang ia bilang--imperfection di wajahnya. Saya tahu
sebab ia menunjukan foto-foto dirinya tanpa make-up di galeri handphone-nya.
Juga, tentu saja, foto-foto hasil make-up dirinya. Ia bertanya, cantik gak?
Cantikan aslinya ah, jawab saya. Tentu saja bohong. Kenapa saya bohong? Bukan
apa-apa, saya hanya ingin ia jadi percaya diri saja dengan "imperfection" yang (katanya) ia
miliki itu. Buktinya ia jadi tersipu-sipu saat saya bilang begitu. Hmm.
Saya sendiri, sebenarnya, punya masalah lingkaran hitam
bawah mata yang begitu menjengkelkan. Sudah coba tips-tips untuk
menghilangkannya tapi tetap saja ia nangkring dengan tengilnya di wajah saya.
Kurang minum? Kurang minum apaan, saya minimal minum 3 liter sehari. Kurang tidur? Sering begadang? Sejujurnyalah, saya tukang tidur. Tapi,
tetap saja dark circle sialan itu tak kunjung musnah. Akhirnya, setelah merasa
sudah "mahir" ngalis, sekarang saya pakai concealer juga buat nutupin dark
circle itu.
Sepanjang perjalanan pulang, saya berpikir untuk mampir ke
sebuah supermarket atau toko kosmetik. Semalam saya nonton video salah satu
beauty vlogger YouTube tentang produk untuk menahan minyak di wajah. Senyum
saya melebar saat produk tersebut berhasil saya kantongi. Tak puas, saya nonton
video youtuber lainnya, barangkali ada produk yang lebih oke. Lalu saya
terbengong, di hadapan saya ada beberapa onggok produk "kecantikan" yang sebagian hanya saya pakai sekali dua kali karena
tidak cocok atau hasilnya kurang yahud. Kata mereka sih-beauty-beauty vlogger
itu, "tak apa kalau tiba-tiba gak cocok dengan suatu produk, coba produk
lain, sebab hasil di setiap kulit itu tidak sama. Kita harus trial and error."
Baiklah. Tapi emang situ pikir ini harga 1 produk dapet sepuluh ribu rupiah doang,
hah?
Selesai menemukan produk yang bekerja lumayan oke untuk
menahan kilang minyak di wajah saya, kemudian saya sadar sesuatu. Di depan
cermin, ya, di cermin itu, kok wajah saya terlihat semakin tembem sih, idung
juga cuma keliatan lubangnya doang. Akhirnya? Ya, nonton video YouTube lagi
buat cari-cari referensi countor pallet yang bagus, dan, tentu saja, murah.
Satu kontur palet berhasil saya bungkus. Baru, deh, saya
mikir, rasanya ini gak akan pernah berakhir! Betapa tidak, saya tak akan pernah
puas dengan wajah saya--yang emang segini adanya-- kalau saya terus-terusan
ngikutin arus "tren cantik" ini. Pertama saya pikir garis mata saya
terlalu kecil, maka saya pakai eye liner. Bulu mata saya terlalu pendek dan
tipis, maka saya pakai maskara. Alis pitak? Gambar alis dong! Lingkaran hitam
bawah mata? Hey, don't u know about
things named concealer? Pipi chubby? Countuor!
Dan sebagainya dan sebagainya.. saya sadar, ini semua harus diakhiri.
Maksudnya, dulu aja saya bisa pede-pede aja kemana-kemana cuma pake haslin
seger snow+bedak tabur marcks. Kenapa sekarang tidak? Oke lah tak apa untuk
pakai alis sekedar menutupi bagian-bagian yang rambutnya agak kurang. Pakai
bedak biar wajah lebih segar. Pakai lipstick biar gak pucat. Tapi udah lah,
cukup. Pake concealer, biar mata gak keliatan lelah atau kelihatan seperti
korban dikeroyok massa. Jangan sampe ngerubah ini itu nya lagi cuma agar
dibilang cantik?--atau agar kita sendiri yang membikin diri kita cantik sebab
ada standar yang menunjukan bahwa cantik itu harus bla bla bla. Sebab cantik
itu adalah saat kita pede jadi diri sendiri, bukan?
"Manusia," kata Schopenhauer, "didorong oleh
kehendak yang tidak sadar, tidak ditarik oleh kesadarannya." Hmmm.
"Dan kehendak itu tak terhingga," kata Schopenhauer lagi,
"kehendak itu semata-mata dorongan buta, tak pernah putus-putusnya, ingin
selalu dipuaskan, dan tak pernah berakhir usahanya. Dan kehendak itu tidak
mempunyai tujuan akhir, pendeknya ia hanya senantiasa menghendaki." baiklah, "Pemuasan
satu keinginan membangkitkan hasratnya akan kepuasan lain. Terus demikian, dan
tak pernah ada kepuasan akhir," lanjut Schopenhaur.
Schopenhhaur, bagi saya, adalah salah satu filsuf yang
membangunkan kesadaran atas ketidaksadaran saya. Maksud saya, make-up disini,
nyatanya, bukan lah suatu hal yang saya butuhkan, namun hal yang dikendalikan
oleh kehendak saya. Saya tidak butuh itu, namun alam bawah sadar saya punya
kehendak yang memaksa untuk selalu ingin dipuaskan. Tanpa saya sadari, selama
ini saya terus-menerus mengiyakan kehendak saya yang omong kosong itu.
Ditambah, bagian tubuh saya, jempol saya misalnya, seakan telah ter-otomatisasi
untuk selalu menekan shortcut aplikasi youTube pada smartphone saya. Di mana,
tentu saja, pada akun itu saya sudah men-subscribe akun-akun para beauty guru/
beauty vlogger yang dengan wajah penuh make-up selalu mengajarkan para make-up
beginner untuk membeli ini itu, pakai ini itu. Biar apa? Biar, katanya,
terlihat cantik.
-u
-u
1 komentar
Oh jadigitu. Karena imperfection of face.
ReplyDeleteSaa suka gaya menulis mbaknya. Normal, lucu dan gak senja-senjaan. ehe