That Old Feeling
Monday, February 15, 2016
Adakah akar-akar itu ikut tercerabut ketika pohon besar itu pun akhirnya tumbang, musnah, menyatu dengan tanah? Adakah tahun-tahun tiadalah cukup, bagi akar-akar itu, untuk menjalarkan dirinya menembusi jantung-jantung tanah subur yang ia diami? Barangkali saat ini mereka merana, tersesat, mencari ibu mereka yang hilang. Atau pergi? Tiada satu pun menahu. Adakah akar mempunyai Ibu? Barangkali punya, barangkali juga tidak.
Tiadalah lagi ratapan paling merana semerana jeritan anak yang terpisah dari ibunya. Layaknya pembuluh darah, merah, basah. Mereka, akar-akar itu, gelisah, menembusi kegelapan tanah tanpa tiada tahu kemana celah mengarah. Meraba-raba, sebab ia yakini dirinya kapal kosong. Kosong sebab dirinya telah berlabuh. Melabuh. Melabuhkan diri. Ke mana?
Kau tahu, mereka, tentu saja akar-akar
itu, masih juga merindui kekokohan pohon yang konon ibu mereka itu--meski ia, si pohon itu, lebih memilih disebut kekasih. Adakah pohon dapat memilih? Barangkali bisa, atau tidak. Siapa tahu. Namun akar-akar itu telah saja memilih, tersebab kesendirian telah akhirnya melahap, meremukan dinding-dinding sunyi, dan mengunyahnya tiada bersisa, maka ia memilih merindui pohon yang dulu menyebut dirinya kekasih. Sebab semua telah menjadi lain. Kini. Semua telah menjadi lain. Namun, sesuatu dalam dada tak pernah melain. Adakah akar mempunya dada? Siapa tahu.
posted from Bloggeroid
0 komentar