Crocs Punya Cerita

Saturday, March 14, 2015

Suatu siang yang tunduh, saya bersama kawan duduk-duduk unyu di pinggiran gedung Language Center. Ketika itu kami berniat untuk pergi ke Mesjid kampus untuk menunaikan shalat dzuhur, tapi selasar LC tiba-tiba melambai ingin disinggahi. Kami pun duduk dengan pasrah dibuai angin sepoi-sepoi yang ujug-ujug datang entah dari mana, padahal kampus sedang kebul-kebulnya. Kemudian kami sadar itu ternyata angin yang keluar dari mulut si Wida yang lagi heuay, walau pun saat itu si Wida sedang di kost-annya sih, tapi heuaynya kerasa sampai sini.

Kami sadar nongkrong sisi jalan itu cuma banyak-banyakin dosa, apalah daya bibir ini selalu ateul kalau gak ngomongin orang yang lewat di hadapan. Makanya saya juga suka sebel kalau lewat depan orang yang lagi nongkrong, pasti abis itu saya digosipin deh, huft. Ah, tapi itu mah mereun aku weh sama temen aku yang doyan ngomongin orang mah  padahal mah dosa apa coba orang-orang yang lewat di hadapan kami yang unyu ini hingga orang-orang tak berdosa seperti mereka harus menanggung penderitaan diomongin sama kami. Hih suruh siapa atuh ke kampus pake sandal Crocs 

Ada yang menarik dari sandal crocs –gak menarik-menarik amat sih, di kampus UIN. Gak tahu sih di Kampus lain mahasiswinya banyak yang pakai sandal jenis ini apa enggak ya, da aku mah apa atuh tara berkunjung ke kampus batur, di kampus sendiri juga taunya kelas weh sama kantin huft.

Seperti yang kawan-kawan tahu, sandal Crocs itu masih jadi trend mahasiswi UIN, eh tapi sekarang mah bukan cuma sandal Crocs yang kekinian tuh, ada juga sandal apa ya namanya tuh ini weh pokoknya mah gambarnya kayak gini.

Tah sandal yang ini mah rada keren sih, meskipun sejak pertama kemunculannya gak menarik perhatian saya sama sekali, pas pertama lihat teman saya pakai sandal kayak gitu teh saya langsung bilang gini “hih naha sendal teh kitu siga sendal Wiro Sableng” besoknya saya langsung beli.

Sebenernya bukan sandal Crocs atau sandal Wiro Sableng-nya itu sih yang bikin menarik, da itu mah bukan mahasiswi UIN aja yang banyak pake, yang jadi perbincangan saya bersama kawan itu adalah pemakaian sandal-sandal tersebut bersama kaus kaki.

Selama kurang lebih setengah jam duduk di sisi jalan pinggir LC, puluhan mahasiswa lewat depan kami, yang kami perhatikan tentu saja: alas kaki mereka.

Hasil penelitian kami menyatakan: 90% mahasiswi UIN senang memakai sandal atau sepatu sandal dsb ke kampus, sedangkan 99,9 % mahasiswa UIN senang memakai sepatu. Kemungkinan yang terjadi bisa saja sebagai berikut:
1. Mahasiswi lebih senang memakai sandal dibandingkan memakai sepatu.
2. Mahasiswa lebih senang memakai sepatu dibandingkan memakai sandal.
*ignore -___-

Banyak manfaat yang didapat ketika kita membungkus kaki kita dengan kaus kaki ketika memakai alas kaki, khususnya kalau memakai sepatu. Selain bisa menghindari bau kaki yang menempel pada sepatu, juga bisa bikin anget kalo lagi kedinginan. Eaa.

Tapi bagaimana kalau pakai kaus kaki ketika pakai sandal? Hmm mungkin untuk sebagian orang itu hal yang lumrah. Apalagi kaki termasuk ke dalam aurat yang harus ditutup bagi muslimah.

Belakangan ini saya jadi kepo, pingin tahu alasan-alasan orang memakai kaus kaki ketika memakai sandal. Jujur pemandangan seperti itu rada kurang enak dilihat mata saya, apalagi kalau kaus kaki yang dipakainya itu warna-warni atau warna yang gak sesuai dengan warna kulit/warna sepatu yang dipakai, jadinya tuh warnanya tumpang tindih gak tahu sebelah mana nilai artistiknya.

“Teh, kenapa pakai kaus kaki, kan cuma pakai sandal?
“Biar kakinya gak kena debu.” (Iya sih debu kalau kebanyakan nempel di kulit dan didiemin lama-lama kan jadi daki~)
“Biar kakinya gak item kena panas matahari.” (hemmm bisaaa)
“Udah kebiasaan pakai kaus kaki sih.” (Mandi juga pakai kaus kaki)
“gak pede aja kalau gak pake kaus kaki.” (pecinta kaus kaki banget anaknya)
“emm.. anu.. kaki saya burik” (ignore!)

Di beberapa Fakultas –termasuk fakultas saya, saya pernah baca dan juga dengar dari orang kalau masuk ke lingkungan kampus khususnya ruang kelas ataupun lingkungan Fakultas itu gak boleh pakai sandal, T-shirt de el el gitu deh,  pernah suatu waktu saya masuk ke Fakultas bareng temen yang pakai sandal, terus dia dimarahin satpam gara-gara pakai sandal. Sakit hatinya sih enggak seberapa, malunya itu loh diketawain banyak orang. Tapi itu mah da dia, saya mah kalem.

Terus sebenernya apa sih yang ada di benak mahasiswi yang ke kampus pakai sandal beserta kaus-kaki? Apa mereka pikir kalau pakai kaus kaki, semua bagian kaki jadi tertutup dan kemudian bisa disetarakan dengan seperti memakai sepatu? Atau memang semata-mata untuk menutup aurat mereka? Hanya Tuhan yang tahu.

Ada juga beberapa mahasiswi yang lewat memakai sandal tanpa memakai kaus kaki, cuma segelintir orang sih. Tapi tetep, gak enak dilihat juga kalau gak pakai kaus kaki ternyata -_- soalnya diantara mereka ada yang kakinya item, ada juga yang burik, yang pulkadot juga ada. Solusi dari saya: udah pakai sepatu aja biar rahasia tentang kaki yang burik, item dan pulkadot-nya tetap aman gak ada yang tahu, kayak si Wida (semoga Wida gak baca ni) hehehe.

Kemudian obrolan kami pun berakhir ketika saya menyadari bahwa teteh-teteh yang dari tadi duduk di sebelah saya juga tengah memakai sandal Crocs.. emm dan juga kaus kakinya. menyadari seluruh hipotesis kami disimak oleh orang di sebelah –yang merupakan bagian dari orang yang jadi objek analisis, kamipun pergi sebelum dikeroyok massa sandal Crocs lovers itu. Sekian.


You Might Also Like

0 komentar

Labels

Followers