Pemburu Waktu
Monday, March 09, 2015“Sebentar lagi, Mah, papa masih di jalan…”
Tiiit.. tiiit..
Klakson yang paling nyaring datang dari belakang pengendara yang baru saja menelepon istrinya. Manusia-manusia pemburu waktu yang entah dari mana datangnya tiba-tiba berkumpul di jalanan tanpa saling mengenal satu sama lain. Memangnya mengapa harus saling kenal, toh jalanan cuma tempat lewat saja. Besok-besok juga lupa pernah bertemu sama orang yang kemarin maki-maki gara-gara spion mobilnya kesenggol, lupa sama yang menggerutu gara-gara Polisi malah bikin tambah macet, lupa sama sopir angkot mana yang menyerempet kendaraannya, lupa sama kendaraan bertempel stiker “Gak bisa sabar? Silahkan terbang” yang menerobos lampu merah. Semuanya jadi wajar kalau sedang macet. Semuanya jadi wajar kalau sedang diburu waktu.
Di dalam sana, penumpang angkutan umum saling mengeluh.
“Ini kok ya macet terus sih tiap jam segini. Polisi apa kerjaannya sih!”
“jalan tuh harusnya dilebarin biar gak macet terus kayak gini.”
“Saya sudah telat masuk kantor ini!”
“Dosen saya suka galak kalo datang telat.”
Penumpang lainnya mengangguk-ngangguk setuju, sebagian ada yang diam saja dan asyik menggerutu di social media-nya, ada juga yang tidur.
Di dalam mobil lainnya, seorang wanita nampak gelisah, klakson Jazz merahnya dipencet terus-menerus seakan kendaraan-kendaraan di depannya akan seketika menyingkir membiarkan mobilnya melaju. Diraihnya kembali tempat tissue di jok sampingnya seakan dengan begitu kesedihan di wajahnya akan lenyap, masih dengan telunjuk memencet klakson.
“Berisik woy!”
“Perempuan gila!”
“Kampungan!”
Penumpang yang tadi tertidur akhirnya bangun, menyadari dirinya belum sampai ke tempat tujuan, ia pun tidur lagi. Penumpang lainnya mengecek jam tangan berulang-ulang sambil garuk-garuk kepala, tak tahulah sudah berapa kali bunyi “ck” keluar dari mulut mereka. Rupanya itu tak sama sekali membuat lautan kendaraan ini surut.
Sementara itu, sopir angkot punya kesibukan sendiri rupanya. Mencari penumpang walau angkotnya sudah penuh. Menepi sana-sini walau tahu penumpangnya sudah muak. Memangnya apa peduli ia kalau penumpangnya telat masuk kantor, apa peduli ia kalau penumpangnya akan telat menjual kerupuk dagangannya ke warung-warung seberang sana, toh mereka memburu waktu juga buat nyari duit. Tukang angkot memburu penumpang juga buat nyari duit.
Tiitttt… tittttt..
Pengendara motor di samping mobil jazz merah itu mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil, si pemilik mobil kembali meraih tissue di sampingnya, telunjuknya masih memencet klakson.
***
Di atas gedung tinggi, seorang anak tampak bagaikan titik dari bawah sini.
“Lagi ngitung mobil yang ada di jalan bawah sana, kak” ucapnya satu jam yang lalu.
“Ada berapa jadinya?”
“wah aku udah lupa, abis mobilnya warna-warni. Aku gak bisa inget banyak warna. Kalau yang hijau aku ingat” jawabnya. “ada 15” tambahnya.
Dilihatnya kembali rumah yang sudah dihias cantik dengan hiasan serba hijau. Kue dengan lilin berbentuk angka 8 tersimpan manis ditengah meja. Pasti ia sudah tak sabar menanti hari ini datang, pikir perempuan itu.
“Kok kamu suka warna hijau sih, dek?”
“Soalnya..”
Kriinggg.. kringgg.. Perempuan awal 20-an itu pergi meraih telpon di ruang tamu.
“Iya, betul. Saya pembantunya.”
***
Jalanan tiba-tiba saja kembali lenggang. Macet sepertinya sudah capek dengan dirinya sendiri. Para kuda besi pun saling menunjukan kebolehannya menembus jarak, tak terkecuali mobil jazz merah yang melaju dengan kecepatan yang hanya Tuhan-lah yang tahu, seakan sesuatu yang besar sedang menungguinya di sana, di tempatnya kini berada, setelah beberapa menit yang lalu menabrak tiang pembatas jalan.
Pengemudi yang lain sempat berhenti dan menengok sebentar, sebagian ada yang mengucapkan kalimat-kalimat prihatin seperti “Astaga”, “Astagfirullah”, “Kasian sekali orang itu”, “Ngeri banget sih, hiii”, “Semoga kita dijauhkan dari hal-hal macam begitu”, kemudian meneruskan kembali perjalanan masing-masing. Semua orang punya kesibukannya sendiri. Jelasnya, mereka jadi punya alasan kenapa datang ke kantor terlambat. Kecelakaan seringkali jadi alasan kemacetan terjadi kok, boss akan maklum.
Pengemudi wanita itu sudah tak bernyawa ketika tubuhnya diangkat oleh petugas berwajib dari dalam mobilnya yang penyok, ditemukan handphone dengan panggilan terakhir kepada suaminya.
Di jalanan yang lain seorang lelaki ditemukan tewas tertabrak kereta.
***
“Soalnya hijau itu artinya jalan terus. Hidup akan terus berjalan walau cobaan dan masalah akan datang menghampiri.”
“Shella..” ucap perempuan awal 20-an itu lirih.
“Ibu dan bapakmu meninggal. Izrail pagi ini menjemput mereka di jalanan.”
2 komentar
sedih juga yah bacanya,
ReplyDeleteEdasss, Tragis.
ReplyDeleteBisaan, Nyampur" plotna hahaha
Teu salah mindeng meuli es campur cigana, tinggal meuli es campur mang oyen *eh